Kamis, 08 Januari 2009

APITO Lahire dan Eko Tunas Pukau Penonton


Dua Seniman Tegal
Pukau Penonton
di IKIP PGRI Semarang


DUA seniman Tegal, Apito Lahire dan Eko Tunas, Rabu 7 Januari lalu mampu pukau dan ‘menyihir’ penonton yang hadir. Penampilan mereka mendapat standing applaus berkepanjangan. Demikian salah seorang penonton asal Tegal, Lala yang ikut menyaksikan aksi mereka dalam pementasan bertajuk ‘Konstelasi 3 Ruang’ di IKIP PGRI Semarang, pada NP, Kamis (8/1). Dalam pementasan yang digagas Teater Gema IKIP Semarang, Apito membawakan 4 buah sajak; Biksu Muda dari Tikungan Ganzhai, Jantung Peristiwa, Surat Bersaksi, dan Melupakan Indonesia. Empat puisi tersebut dibaca dan dipanggungkan dengan gerak bunyi teater yang memikat. Apito menunjukkan klasnya sebagai seorang penyair yang juga aktor. Dengan daya sentuh vocal yang bertenaga penuh penghayatan, dia membacakan empat puisinya ditingkah musik mulut, perut, sesekali hentakan-hentakan kaki, sehingga menimbulkan efek kegaduhan yang harmoni melalui daya fantasi kreatifnya.
Tak hanya itu, Apito juga memainkan property setting yang dikemas lewat dua tempurung, tirai benang wol, dan dua kain putih yang dibentangkan. Property setting yang dia mainkan menambah suasana pertunjukkan malam itu nampak magis. Tepuk tangan membahana, bahkan standing applaus mereka dengan berdiri melihat akting dia penuh gelora.
Penampilan yang tak kalah mengasyikan dibuktikan pula pada Eko Tunas yang membawakan monolog Krosi. Dengan menggunakan bahasa Tegalan, lakon tersebut dia mainkan penuh satire. Eko menunjukkan betapa makhluk bernama Krosi itu sangat membahayakan tidak hanya pada orang lain namun terhadap dirinya sekali pun.
Dituturkan oleh sumber itu, Eko bermain dengan segenap kemampuan aktornya yang telah dia sikapi dari berbilang tahun. Bahasa Tegalan yang dia usung semakin berkelas di depan publik mahasiswa setempat dan para seniman dari luar kota.
“Eko Tunas membuktikan eksistensinya sebagai seorang seniman yang sudah mapan. Dialog-dialog yang dia luncurkan bernas sekali dan menunjukan bahwa bahasa Tegalan cukup punya kelas,” kata sumber itu.
Acara yang berlangsung sejak Selasa 6 – 8 Januari itu selain diisi mereka, juga monolog Aut (Putu Wijaya) pemain Toto Raharjo (Pontianak Kalimantan), Teater Gema lakon Korban (Putu Wijaya) yang juga memainkan lakon RT0/RW0 (Iwan Simatupang) dan Perangkap (Anton Chekov) pada Rabu (7/1). Selain itu penampilan musik perkusi dari Purworejo dan lain sebagainya.
Menurut Ketua Panitia Acara, Nicko, kegiatan ini dimaksudkan untuk ruang teman-teman Gema yang baru diworkshop, dan apresiasi bagi publik Semarang. Melalui telpon seluler, Apito menambahkan.
“Bagiku seniman adalah maestro karyanya, maka dia harus melakukan penciptaan yang kontinyu, terus sebagai proses memanusiakan manusia. Seniman jangan hanya termangu pada kebesaran masa lalu yang memampatkan kegelisahan. Pokoknya seniman itu harus cipta dan terus mencipta.” katanya.
Menurut dia, setelah melakukan lawatan pementasan, Apito kembali akan tampil di Indramayu atas undangan medium sastra, Teater Budaya yang dikomandani penyair asli Tegal yang kini tinggal di Indramayu, Nurochman Sudibyo. Bagai deras Kali Gung, Apito seniman dari Komunitas Klonengan Slawi terus mengalirkan riak-riak menjadi samudra kehidupan (LS )

Foto : Apito Lahire

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah. apito lahire. saya juga menulis tentangnya di blog saya. kapan2 maen ya.

salam blogger.
masmpep.wordpress.com